Sukses

'Jangan Panggil Aku Butet', Karya Musikal Terbaru Rio Silaen

Rio Silaen bakal mementaskan ulang karya Musikal dengan berlatar belakang budaya Batak, yang berjudul 'Jangan Panggil Aku Butet'

Liputan6.com, Jakarta Setelah sukses menampilkan 2 kali pertunjukkan di Galeri Indonesia Kaya pada tanggal 31 Agustus yang lalu, kini bersama Bakti Budaya Djarum Foundation, kelompok Voice Of Indonesia by Rio Silaen bakal mementaskan ulang karya Musikal dengan berlatar belakang budaya Batak, yang berjudul 'Jangan Panggil Aku Butet'

Musikal BUTET kali ini disuguhkan dengan penataan musik dari Teffy Mayne, dan arahan gerak dan tari oleh: Elza Simanungkalit. Diperkuat oleh para aktor: Rita Matumona, Paulus Simangunsong, Rami Kinara (yang sebelumnya juga tampil dalam Opera Batak) dan salah satu stand up comedian Gita ‘Bhebhita’ Butar-Butar.

"Teater Musikalnya sendiri mengisahkan tentang perjuangan 3 gadis Batak yang bernamakan sama, Butet," kata sang sutradara Rio Silaen kepada wartawan, Kamis (2/10/2014).

Pementasan Butet ini akan di tampilkan di Usmar Ismail Concert Hall, Kuningan Jakarta, 25 Oktober 2014 mendatang. Dengan 2 kali pertunjukkan, pukul 15.00 dan 19.00 WIB. Harga tanda masuk untuk menyaksikan pementasan ini terbagi dalam tiga kelas, Platinum Rp 150 ribu, Gold Rp 100 ribu, dan Silver Rp 75 ribu. Tiket bisa dipesan melalui online di www.voiceofindonesia.co.id atau di kantor VOI jalan Cikatomas 1 no 22, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Kisahnya sendiri bercerita soal Butet yang pertama yang merupakan seorang Gadis yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri. Demi mimpi dan cita-citanya dia harus meninggalkan keluarga dan negaranya hanya utk sementara waktu. Namun keluarganya tidak mendukung impian dan cita-cita nya. Karena keluarganya masih ber prinsip bahwa wanita sepatutnya mengerjakan hal-hal domestik, seperti tinggal di rumah, mengurus anak dan suami.

Sementara Butet yang kedua, seorang gadis yang telah ditinggal dan ditelantarkan orang tua nya sejak kecil. Butet yang satu ini sangat berjiwa sosial, peduli dengan lingkungan dan sekitarnya. Sama seperti Kartini dulu, dia mempunyai kecintaan terhadap anak-anak pinggiran dan peduli dengan pendidikan anak-anak Bangsa, yang secara tidak langsung juga nantinya akan menjadi generasi penerus Negeri ini. Dengan segala keterbatasan dan kemampuannya, dia memberanikan diri untuk menjadi volunteer dan mengajar sebagai Guru di daerah anak-anak buangan di pinggir kota.

Kedua Butet ini saling bersahabat, mereka berdua bertekad dengan kemampuan masing-masing untuk memberikan kontribusi kepada bangsa ini. Suatu saat nanti mereka akan membuat sebuah Rumah Penampungan untuk anak-anak pinggiran atau anak-anak yang kurang beruntung. Namun karena berbagai kendala, termasuk Kerusuhan Mei 98 yang sempat terjadi di Negara ini, maka impian itu sempat pupus. Rumah yang sempat mereka bangun, habis dihancurkan dan dirusak beserta segala isinya, anak-anak kecil itu menjadi korban penyiksaan…termasuk Butet dan beberapa teman wanita nya yang disiksa dan direnggut kehormatannya.

Impian untuk memajukan bangsa, kenginan mereka untuk ber kontribusi pada bangsa Indonesia akhirnya pupus. Karena bangsa yang mereka cintai, telah berkhianat. Butet yang berada diluar negeri, tidak mau kembali pulang untuk membangun negeri ini. Dan Butet yang direnggut kehormatannya telah mengubur cinta nya pada Bangsa nya sendiri. Bangsa yang mereka berdua cintai, telah berkhianat.

Kedua Butet yang bersahabat ini, dulu pernah sempat bercakap-cakap… tentang sosok wanita Indonesia yang menjadi Pahlawan buat negera. Kartini, Fatmawati, dan sebuah nama yang disebut dalam sebuah lagu perjuangan yang sangat terkenal…BUTET!

Itulah tokoh Butet yang ketiga. Butet dari karakter lagu yang hidup di jaman peperangan dulu. Yang ingin mencari tahu nasib dan keberadaan orang tua nya yang diutus perang dan tak pernah kembali. Tekad dan kegigihan nya membuatnya memutuskan untuk juga pergi berperang. Entah sebagai apa, namun mengambil bagian dari perjuangan sebuah Negara dalam meraih kemerdekaan adalah sesuatu yang tidak akan dibiarkannya, hanya karena dia seorang perempuan.

Kesamaan 3 tokoh wanita Batak ini adalah keinginan untuk maju, berkembang, dan memberi kontribusi serta meng aktualisasikan diri dalam hidup sebagai bagian dari Bangsa Indonesia baik dulu maupun di era kemerdekaan ini. Di era dimana wanita seharusnya sejajar dan setara di tempatkan dengan kaum pria. Wanita tidak hanya bisa menjadi Ibu dan istri. Namun wanita juga bisa menjadi berbagai karakter positif yang memajukan dan mempertahankan bangsa ini. Tidak hanya Kartini dan Fatmawati. Siapapun wanita Indonesia, bisa berkarya dan sepatutnyalah mendapat kesempatan untuk itu.

Untuk lebih jelasnya, biarlah teater musikal yang dipersembahkan VOICE of INDONESIA dan Bakti Budaya Djarum Foundation ini yang akan menggugah dan meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia untuk agar selalu Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.