Sukses

Hudy Yusuf Anggap Hukuman Mati Terpidana Narkoba Tak Efektif

Hudy menganggap hukuman mati pada terpidana narkoba di Indonesia, tidak efektif dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)

Liputan6.com, Jakarta Pengacara korban Ustad Guntur Bumi yang juga Sekjen Law Enforcement Watch (LEW), Hudy Yusuf menilai hukuman mati  pada terpidana narkoba di Indonesia, tidak efektif dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) seperti tertuang dalam UU RI No 39 tahun 1999.

"Hukuman mati sama saja dengan membunuh, karena nyawa manusia yang berharga diambil dengan paksa oleh manusia lainnya. Apapun alasannya, itu jelas melanggar HAM," tutur Hudy saat ditemui di kantornya kawasan Pancoran, Jumat (13/3/2015).

"Manusia yang telah berbuat jahat tetap harus ada hukuman sesuai dengan kejahatannya, namun tidak dengan hukum mati, masih banyak hukuman yang dapat memenuhi rasa keadilan di masyarakat seperti hukuman seumur hidup tanpa remisi dan grasi. Sedangkan bagi terpidana yang telah dihukum dapat diberdayakan untuk kerja sosial yang bermanfaat," tambahnya.

Padahal lanjut kuasa hukum eks pasien Guntur Bumi, bila ditelisik pelaku tindak pidana narkoba merupakan salah satu manivestasi akibat perbuatan pelaku korupsi. "Peredaran narkoba terjadi akibat  perbuatan para koruptor. Sebab korupsi membuat negara mengalami kerugian besar yang berdampak pada bidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Kemudian tanpa disadari rakyat dibuat miskin, sehingga semakin banyak orang menghalalkan apa saja yang penting bisa bertahan hidup," jelasnya.

Hudy menambahkan, hukuman mati bagi terpidana narkoba yang diyakini sebagai tindakan efektif guna menekan angka peredaran narkoba dinilai tak akan berjalan maksimal. Pasalnya selama korupsi terus bergulir, kesejahteraan rakyat tidak terealisasi dengan tepat, dan sistem peradilan masih buruk.

"LEW dan Anggota Organisasi Narapidana Indonesia (NAPI) , menolak tegas diberlakukannya hukuman mati di Indonesia. Kami lebih mendukung apabila pelaku tindak pidana korupsi di hukum seberat-beratnya dan lebih berat daripada pelaku tindak pidana lainnya," tandasnya.

Menurut Hudy, setidaknya ada 5 (lima) faktor yang mungkin menjadi sebab terjadinya kejahatan di Indonesia. Seperti kepadatan penduduk dan mobilitas sosial, konflik Budaya (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan), kemiskinan dan Kemakmuran, pengaruh media, serta perbedaan nilai dan norma antara kaya dan miskin.
"Oleh karna itu pemerintah harus memprioritaskan kesejahteraan rakyat dan memperbaiki sistim peradilan yg buruk," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.