Sukses

Kasus Korupsi Timah Dinilai Lebih Banyak Kerugian dari Manfaatnya, Berdampak pada Masyarakat Babel

Ketua 1 PB Mathlaul Anwar Adi Abdillah Marta menyoroti mudharat atau kerugian yang dihasilkan dampak dari kasus dugaan korupsi PT Timah yang diprediksi merugikan negara Rp271 Triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua 1 PB Mathlaul Anwar Adi Abdillah Marta menyoroti mudharat atau kerugian yang dihasilkan dampak dari kasus dugaan korupsi PT Timah yang diprediksi merugikan negara Rp271 Triliun.

Menurut Adi, kasus korupsi timah tersebut tak seharusnya dilebih-lebihkan, mengingat, terlalu banyak mudharat atau kerugian dibanding manfaatnya. Mudharat yang dimaksud tersebut adalah dampak terhadap masyarakat Bangka Belitung (Babel).

"Ribuan pekerja timah kehilangan penghasilan, ribuan petani sawit mengeluhkan susahnya menjual hasil panen. Masyarakat terkena dampak negatif akibat beberapa perusahaan Timah dan sawit yang tak beroperasi lagi," ujar Adi melalui keterangan tertulis, Jumat (10/5/2024).

Lebih lanjut, Adi menuturkan, sepertiga masyarakat Bangka Belitung menggantungkan hidupnya dari timah. Sementara, kata dia, dampak dari kerugian Rp271 Triliun yang digemborkan oleh Kejagung membuat banyak pabrik Timah tak beroperasi.

"Akibatnya, masyarakat kehilangan pekerjaannya. Tentu itu lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya. Dalam kasus ini, siapa yang bertanggungjawab atas hilangnya pekerjaan dan pemasukan masyarakat Babel," ucap Adi.

Dia berharap agar kasus Rp271 T yang berdampak kepada masyarakat Bangka Belitung itu agar segera dicarikan solusinya. Sebab, kata Adi, kasus korupsi dalam perspektif mana pun tak bisa dibenarkan.

"Tapi mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat adalah upaya tersendiri yang juga harus diperjuangkan. Jangan sampai, masyarakat yang kena imbas," tandas Adi.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap enam saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022 atau korupsi timah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kejagung Periksa 6 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, pihaknya melakukan serangkaian pemeriksaan pada Senin, 6 Mei 2024 hingga masuk malam hari.

"Keenam orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 atas nama Tersangka TN alias AN dkk," tutur Ketut dalam keterangannya, Selasa 7 Mei 2024.

Para saksi yang diperiksa adalah EM selaku pihak swasta; RSK selaku Anggota Evaluator RKAB PT MCM, PT VIP, PT RBT, PT BTI, PT RNT, dan PT TBU; dan LS selaku Anggota Evaluator RKAB PT MCM, CV Venus Inti Perkasa.

Kemudian EB selaku Ketua Evaluator RKAB PT MCM dan PT VIP, WLY selaku pihak swasta, serta SMN selaku Manager Marketing Ruko Soho Orchard Boulevard PIK 2.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Ketut.

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Hendry Lie (HL) yang dikenal sebagai pendiri sekaligus Direktur Sriwijaya Air sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022. Selain itu, adiknya yakni Fandy Lingga (FL) juga menjadi tersangka dan telah ditahan.

 

3 dari 4 halaman

Peran dari Tersangka

Dalam perkara ini, Hendry Lie merupakan Beneficiary Owner PT TIN. Sementara Fandy Lingga (FL) selaku Marketing PT TIN. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengkonfimasi keterlibatan kakak beradik itu dalam kasus korupsi komoditas timah.

"Benar pendiri Sriwijaya Air (keduanya)," tutur Febrie saat dikonfirmasi, Selasa 30 April 2024.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi sempat mengulas peran Hendry Lie dan Fandy Lingga, saat penetapan tersangka bersama Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung.

"HL dan FL keduanya turut serta dalam pengkondisian pembiayaan kerjasama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah," kata Kuntadi.

"Di mana keduanya membentuk perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS dalam rangka untuk melaksanakan atau memperlancar aktivitas ilegalnya," sambungnya.

Diketahui, ada lima tersangka baru yakni Hendry Lie (HL) selaku Beneficiary Owner PT TIM, Fandy Lingga (FL) selaku Marketing PT TIN, dan Suranto Wibowo (SW) selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-Maret 2019.

Kemudian BN selaku Plt Kadis ESDM Maret 2019, dan Amir Syahbana (AS) Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung.

"Tersangka HL yang pada hari ini kita panggil sebagai saksi tidak hadir, selanjutnya oleh tim penyidik akan segera dipanggil sebagai tersangka," ujar Kuntadi.

Menurutnya, penyidik pernah melakukan pemeriksaan terhadap Hendry Lie, yakni tanggal 29 Februari 2024 lalu.

"Benar, HL memang pernah kita periksa," ungkapnya.

 

4 dari 4 halaman

Tersangka Langsung Ditahan

Untuk tiga tersangka yang langsung ditahan yakni tersangka Fandy Lingga di Rutan Salemba Cabang Kejagung, kemudian Amir Syahbana dan Suranto Wibowo di Rutan Salemba Jakarta Pusat.

Sementara tersangka BN belum ditahan karena alasan kesehatan, dan Handry Lie belum hadir dalam pemeriksaan dengan alasan sakit, sehingga akan dipanggil ulang sebagai tersangka.

Tersangka SW, tersangka BN, dan tersangka AS, masing-masing selaku Kadin dan Plt Kadin ESDM Provinsi Bangka Belitung telah dengan sengaja menerbitkan dan menyetujui Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan smelter PT RBT, PT SIP, PT TIN dan CV VIP.

"Di mana kita ketahui RKAB tersebut diterbitkan meskipun tidak memenuhi syarat," jelas dia.

Kemudian, ketiga tersangka itu mengetahui bahwa RKAB yang diterbitkan tersebut tidak dipergunakan untuk melakukan penambangan di wilayah IUP kelima perusahaan itu, melainkan sekadar untuk melegalkan aktivitas perdagangan timah yang diperoleh secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.