Sukses

War for the Planet of the Apes, Klimaks Kera Vs Manusia

War for the Planet of the Apes berpusat pada nasib Caesar beserta para kera lainnya yang mencoba untuk bertahan hidup di bumi.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah berhasil menyita perhatian banyak pencinta film di dunia, daur ulang waralaba Planet of the Apes kini telah mencapai seri ketiga. Berjudul War for the Planet of the Apes, film ini berpusat pada nasib Caesar (Andy Serkis) beserta para kera lainnya yang mencoba untuk bertahan hidup di bumi dari serangan manusia.

War for the Planet of the Apes merupakan sekuel Dawn of the Planet of the Apes yang dalam film kedua tersebut berpusat pada perseteruan antara manusia dan primata (terutama kera). Bertempat dua tahun setelah film kedua, War menitikberatkan bahayanya Flu Simian bagi kelangsungan hidup manusia.

War for the Planet of the Apes. (20th Century Fox)

Di film ini, para kera yang kecerdasannya sudah meningkat akibat munculnya virus Flu Simian, membentuk satu komunitas bersama Caesar yang berusaha untuk menyambung hidup dengan keluarga dan komunitasnya. Sayangnya, manusia berhasil menemukan tempat tinggal mereka.

Dihadapkan pada sebuah tragedi, Caesar pun terlibat perseteruan dengan The Colonel (Woody Harrelson) dan anak buahnya yang memanfaatkan eksistensi kera. Berusaha menyelamatkan kaumnya, Caesar dibantu beberapa kawannya serta seekor kera baru dan seorang anak gadis yang tertular Flu Simian, terlibat dalam sebuah rencana pembebasan.

Secara garis besar, War for the Planet of the Apes tak terpengaruh bayang-bayang kesuksesan film kedua serta lima film klasik sebelumnya. Sutradara Matt Reeves yang juga mengarahkan film Dawn, tak terlihat berambisi memasukkan unsur mencengangkan selain menjaga ketegangan serta pendalaman karakter yang menjadi daya tarik trilogi ini.

War for the Planet of the Apes. (Fox Entertainment Group)

Sebagai catatan, sebelum Rise of the Planet of the Apes, Dawn of the Planet of the Apes, dan War for the Planet of the Apes, waralaba Planet of the Apes telah memiliki lima film klasik yang dirilis antara 1968 hingga 1973. Belum lagi sebuah film versi sutradara Tim Burton, sebuah serial televisi, dan satu serial animasi.

War for the Planet of the Apes akan dirilis di Indonesia pada 26 Juli 2017. Tentunya ekspektasi fans terhadap film ini sangat besar meskipun tak menutup kemungkinan beberapa hal bisa kurang puas. Lantas apa saja yang menjadi kelebihan serta kekurangan film ini?

Simak juga video menarik di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konsisten dengan Ritme Film Pertama dan Kedua

Ketegangan, tragedi, konspirasi, pengkhianatan, bertahan hidup, persahabatan, dan pengorbanan menjadi elemen penting bagi War for the Planet of the Apes, seperti halnya Rise dan Dawn. Unsur-unsur itulah yang membuat film ini menarik.

Alur cerita digambarkan tak terlalu berbelit-belit dan mudah diikuti oleh penonton. Banyak kejutan dan adegan tak terduga yang membuat penonton ikut merasakan suasana hati para karakternya di berbagai momen heroik maupun tragis.

War for the Planet of the Apes. (Fox Entertainment Group)

Film ini juga masih menggunakan teks saat beberapa karakter kera berbicara dalam bahasanya, menjaga konsistensi keunikan konsepnya. Teknologi penangkap gerakan yang halus juga membuat penonton lupa kalau seluruh karakter kera merupakan hasil dari visualisasi grafis komputer.

Meskipun ceritanya mudah diikuti dan menggunakan para kera sebagai tokoh utama, film ini tak menggunakan konsep cerita sederhana. Banyak beberapa penyampaian unik dan terbilang baru untuk sebuah film, tapi tak terkesan memaksakan. Sebut saja ketika Caesar berkenalan dengan kera bernama Bad Ape atau ketika ia menguras emosi saat berhadapan langsung dengan sang Kolonel.

War for the Planet of the Apes. (20th Century Fox)

Rangkaian efek visual dimunculkan di beberapa adegan pertempuran. Menjadikan film ini memiliki warna megah tersendiri, meski tidak terkesan berlebihan. Berbagai klimaks dalam film ini pun cenderung mengejutkan. Sehingga, War for the Planet of the Apes bisa dibilang sebagai penutup manis di rangkaian trilogi baru Planet of the Apes.

3 dari 3 halaman

Bukan Perang Manusia dan Kera yang Sesungguhnya

Ketika membaca judulnya, War for the Planet of the Apes membuat kita menyangka bahwa film ini bakal menyuguhkan peperangan maha dahsyat antara kaum kera dan manusia. Namun begitu menyaksikannya, film ini lebih berat kepada unsur ketegangan, dan yang cukup mengejutkan adalah konsep perbudakan.

Ya, konsep perbudakan yang disajikan di pertengahan cerita, menjadi kerangka utama bagi klimaks film ini. Alhasil, perseteruan antara Caesar dan Kolonel yang dibangun di awal film hanya terasa seperti bumbu belaka.

Woody Harrelson sebagai Kolonel di War for the Planet of the Apes. (Fox Entertainment Group)

Bahkan, komunitas manusia bersenjata yang menjadi pihak antagonis dalam film ini, hanya terlihat seperti umpan yang sekali-sekali menggigit ketimbang sosok berbahaya. Selain itu, peran Nova yang memang memberi dampak bagi salah satu klimaksnya, terasa cukup dipaksakan kemunculannya.

Meskipun tak selayaknya dianggap sebagai kekurangan besar, namun pada momen tertentu jumlah kera di tempat terbuka cenderung lebih banyak ketimbang saat mereka berada di tempat tertutup. Ada kesan bahwa War for the Planet of the Apes kurang konsisten dalam memperlihatkan jumlah para kera. Hal yang juga sering terjadi di beberapa film kolosal Hollywood lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.