Sukses

Ini Orang Indonesia di Balik Layar Justice League

Theodore Sandy Hermawan merupakan ahli efek spesial dari Indonesia yang turut terlibat dalam film Justice League.

Liputan6.com, Jakarta - Film Hollywood Justice League keluaran DC telah memuaskan para penonton di seluruh dunia. Sejumlah aktor serta aktris Hollywood ternama pun menjadi pusat perhatian dalam cerita kumpulan superhero DC itu.

Visual Effects (VFX) film yang masuk box office itu juga menjadi daya tarik tersendiri hingga banyak penonton yang meramaikan sejumlah bioskop. Di luar itu semua, tercatat nama orang Indonesia yang terlibat di dalam Justice League. Ia adalah Theodore Sandy Hermawan atau yang akrab disapa Sandy.

Theodore Sandy Hermawan, ahli efek spesial asal Indonesia di film Justice League. (Istimewa)

Sandy turut ambil bagian dalam proses di balik layar film Justice League dalam hal pembuatan visual effect atau efek spesial. Nama Sandy ada di antara daftar orang yang terlibat dalam pembuatan film ini dan bisa dilihat saat penayangannya selesai.

Sebelum Justice League, Sandy juga sudah berkecimpung di dunia perfilman Hollywood. Tak main-main, ia terlibat dalam proyek film-film besar yang menjadi favorit dunia. Sebut saja Batman v Superman: Dawn of Justice, The Finest Hours, Ghostbusters, The Dark Tower, dan yang paling fresh tentunya adalah Justice League.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bisa Terlibat di Hollywood

Theodore Sandy Hermawan, ahli efek spesial asal Indonesia di film Justice League. (Istimewa)

Melihat keterlibatan orang Indonesia di proyek film-film besar Hollywood seperti itu, bagaimana Sandy bisa berkiprah di lingkungan Hollywood?

Menurut sebuah rilis yang diterima Liputan6.com, Sandy merupakan pria asli Bandung dengan aksen Sunda yang masih kental. Ia menghabiskan waktu belajar di SD dan SMP negeri di Bandung, lalu melanjutkan SMA dan berkuliah di Tiongkok.

Akhirnya, ia hijrah ke Vancouver, Kanada pada 2014 hingga sekarang. Di Kanada, Sandy belajar VFX film dan televisi di Vancouver Institute of Media Arts (VanArts).

3 dari 4 halaman

Berbagi Cerita

Poster film Justice League. (Warner Bros / Twitter)

Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis lepas Hyacintha Bonafacia, Theodore Sandy Hermawan sempat berbagi pengalaman dan kesannya saat terlibat film-film Hollywood yang pernah ia geluti.

"Waktu di Vancouver pas lagi terkenal bikin visual effects movie. Jadi mulai saya pelajari dan diteliti sendiri gimana membuat realistic CG (Computer Graphics). Sampai udah lumayan ngerti basic-nya, terus saya apply ke VFX school di sini. Saya sekolah satu tahun, terus kerja di MPC (Moving Picture Company). Sampai sekarang sudah buat Batman v Superman, Ghostbuster, The Dark Tower, Justice League, dan lainnya. Saya fokus di bidang FX, yaitu tentang buat simulation," ia menceritakan.

"Jadi sama kayak cari kerja biasa, ngelamar, terus di-interview, lalu mulai kerja. Pertama dikasih shot yang gampang, terus makin lama makin complex shot. Bisa ke Justice League, ya itu juga bukan sengaja juga. Cuma kebetulan aja lagi bikin. Jadi saya termasuk di FX team. Kira-kira dalam satu tahun saya bisa terlibat dalam dua film," lanjut Sandy.

4 dari 4 halaman

Kesan Selama di Hollywood

Tampilan para superhero DC di film Justice League yang rilis 2017. (Warner Bros)

Mengenai kesannya selama bekerja untuk film-film Hollywood, Sandy mengutarakan, "Kalau menurut saya, proses cara pembuatannya sampai hasil akhir semua enjoyable dan penuh tantangan. Dalam Batman v Superman, itu pertama kali kerja di visual effects jadi semua masih seru. Dalam Justice League, saya lebih tertarik dalam volume simulation, contohnya bagian tower destruction. Saya bagian membuat destruction dust."

Sebagai orang Indonesia, tentunya beberapa pelaku Hollywood memiliki anggapan tersendiri terhadap Sandy. "Kebanyakan orang kenal pulau Bali di Indonesia. Jadi kita biasanya membicarakan tempat wisata di Indonesia. Tapi sebenernya kita teh jarang ada orang dari Hollywood. Semua juga (digital) artist dari macam-macam negara, jadi ya saling tukar budaya. Kalau kita di VFX industry sebagai (digital) artist, kita terutama lihat artistic skill, troubleshooter skill, dan pengalaman," terang Sandy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini