Sukses

Uje dari Mantan Pecandu Jadi Ustad Kondang

Perjalanan hidup Ustad Jefri al Buchori memang sungguh dahsyat. Penuh gejolak dan tikungan tajam. Proses pergulatan yang luar biasa dialami Uje hingga menemukan kehidupan yang tenang dan menenteramkan.

Dukacita mendalam menyelimuti keluarga Ustad Jefri al Buchori atau lebih populer dengan sebutan Uje. Beliau meninggalkan dunia fana setelah mengalami kecelakaan tunggal dengan moge (sepeda motor gede) yang dikendarainya pada Jumat (26/4/2013) dini hari di bundaran Pondok Indah, Jakarta Selatan [baca: Ustadz Jefry Al Buchori Meninggal Kecelakaan].

Pria berusia 40 tahun itu sempat dibawa Rumah Sakit Pondok Indah, namun ustad yang kerap berdakwah dengan kemasan bahasa anak muda itu akhirnya mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 02.00 WIB. Sejak subuh hingga Jumat pagi, ribuan orang pun memadati kediaman Uje di Perumahan Bukit Mas Narmada 3, Bintaro, Rempoa, Tangerang, Banten.

Para pelayat kemudian berkonvoi mengantarkan jenazah Uje untuk disalatkan di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Selepas salat Jumat atau siang ini, pesinetron yang kemudian menjadi pendakwah itu dikuburkan di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Gema takbir, tahlil, dan salawat pun turut mengiringi jenazah Uje ke peristirahatan terakhir. Mereka semua merasa kehilangan sang ustad.

Perjalanan hidup Jefri al Buchori memang sungguh dahsyat. Penuh gejolak dan tikungan tajam. Proses pergulatan yang luar biasa dialami Uje hingga menemukan kehidupan yang tenang dan menenteramkan.

Jeffry Al Buchori dilahirkan pada 12 April 1973 di Jakarta. Uje anak ketiga dari lima bersaudara pasangan almarhum Haji Ismail Moda dan Hajah Tatu Mulyana. Apih (panggilan Jefri untuk ayahnya--Red.) asli Ambon, sedangkan Umi (demikian sang ibunda dipanggil) berasal dari Banten. Apih mendidik Uje dan empat saudaranya itu dengan sangat keras, terutama dalam hal agama.

Berada di lingkungan keluarga yang taat agama membuat Uje menyukai pelajaran agama. Sewaktu kelas lima sekolah dasar, Uje pernah ikut kejuaraan MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) sampai tingkat provinsi. Selain agama, pelajaran yang juga kusukai adalah kesenian. Entah mengapa, Uje suka sekali tampil di depan orang banyak. Uje pun terbilang cerdas di sekolahnya. Setelah kenaikan kelas, dari kelas tiga sekolah dasar (SD) dia langsung melompat ke kelas lima. Jadilah Uje sekelas dengan kakaknya yang kedua.

Setelah lulus SD, bersama kedua kakaknya, alm. Ust. H. Abdullah Riyad dan Ust. H. Aswan Faisal, bersekolah di PonDaar el-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Namun selama di pesantren, Uje terbilang nakal. Seringkali saat teman-temannya lainnya belajar, ia diam-diam tidur atau kabur dari pesantren untuk main dan nonton di bioskop. Sampai akhirnya Uje dikeluarkan dari pesantren tersebut yang sempat dikecapnya selama tahun yang harus dijalani. Setelah itu, Uje dipindahkan ke Madrasah Aliyah (MA, setingkat SMA). Bukannya bertambah baik, kenakalan Uje justru bertambah.

Apalagi setelah lulus di tahun 1990 dan kuliah di akademi broadcasting, kenakalan Uje tak berkurang. Dia bergaul dengan pemakai narkoba dan sering dugem (dunia gemerlap). Bahkan Uje akhirnya tak menyelesaikan kuliah. Pada 1991, Uje pernah menjadi dancer di salah satu club. Uje juga sering nongkrong di Institut Kesenian Jakarta.

Di kala para pemain sinetron sedang latihan, kadang-kadang Uje menggantikan salah satunya. Ia pun ikut casting dan mendapat peran. Salah satu sinetron yang sempat dibintanginya adalah Pendekar Halilintar. Bahkan Uje pernah dinobatkan sebagai pemeran pria terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja yang diadakan TVRI pada 1991.`

Tahun 1990-an awal, Jefri al Buchori dikenal sebagai bintang sinetron muda potensial. Aktingnya bisa dilihat dalam beberapa sinetron, seperti Opera Tiga Jaman (RCTI), Sayap Patah (TVRI), Kerinduan (Indosiar), Biarkan Kami Bersatu (RCTI) dan Kepak Sayap Merpati Muda (SCTV). Bersama Gugun Gondrong dan para model lain, Uje kerap nongkrong di rumah Gugun di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.

Uje bertemu dengan Pipik Dian Irawati, seorang model gadis sampul majalah Aneka tahun 1995 asal Semarang, Jawa Tengah. Saat itu, Uje masih berstatus sebagai pemakai narkoba.

Meski demikian, hal itu tidak menghalangi Pipik yang bersedia dinikah siri pada 7 September 1999. Dua bulan kemudian mereka menikah resmi di Semarang. Pernikahannya dengan Pipik ini dikaruniai empat anak, Adiba Khanza Az-Zahra, Mohammad Abidzar Al-Ghifari, dan Ayla Azuhro, serta Attaya Bilal Rizkillah.

Hal yang menyadarkan Uje dari kehidupan semu adalah saat dirinya diajak umrah oleh ibu dan kakaknya. Sebagai awal dari usaha pertobatan, Uje mendapat amanah dari kakak tertuanya alm. Ust. H. Abdullah Riyad, untuk melanjutkan dakwah kakaknya di Jakarta.

Sebab, kala itu, alm Ust. H. Abdullah Riyad mendapatkan kepercayaan dari MUIS (Majlis Ugame Islam Singapura) untuk menjadi Imam besar di Masjid Haji Mohammad Soleh, bersebelahan dengan Maqam Habib Nuh Al Habsyi, Palmer Road, Singapura.

Uje berdakwah pertama kali di sebuah masjid di Mangga Dua. Pipik Dian Irawati, istrinya, menuliskan teks dakwah yang mesti disampaikan saat itu. Hasilnya, honor ceramah sebesar Rp 35 ribu dia bawa pulang dan langsung diberikan kepada istrinya.

Dari situlah Uje mulai berdakwah lewat majelis taklim, musala, masjid, dan perlahan-lahan bisa seperti sekarang ini, dikenal oleh masyarakat banyak dikagumi oleh seluruh kalangan.

Selain itu Uje, juga menyampaikan dakwahnya dalam bentuk lagu-lagu Islami, debut albumnya, Lahir Kembali diluncurkan 2006 lalu. Beberapa lagu diciptakannya sendiri dan dinyanyikan bersama penyanyi lagu-lagu religius muslim, seperti Opick, bahkan pernah berkolaborasi dengan grup band Ungu dalam mini album Ungu bertajuk Para Pencari-Mu (2007).

Kini pendakwah yang dekat dengan kalangan anak muda itu telah berpulang ke Rahmatullah. Selamat jalan Uje!(dari berbagai sumber/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.