Sukses

Slank Berawal dari Band Plagiat Hingga Terbentuk Red Evil

Sekumpulan anak-anak muda yang dimotori Bim Bim mendirikan Cikini Stones Complex (CSC).

Bisa dibilang, Slank merupakan salah satu grup musik legendaris dan terkenal di Indonesia. Awal mula terbentuknya, Slank didirikan oleh Bimo Setiawan Sidharta (Bimbim) pada 26 Desember 1983 karena bosan bermain musik menjadi cover band dan punya keinginan yang kuat untuk mencipta lagu sendiri.

Cikal bakal lahirnya Slank adalah sebuah grup bernama Cikini Stones Complex (CSC) bentukan Bim Bim pada awal tahun 80-an. Band ini hanya memainkan lagu-lagu Rolling Stones dan tak mau memainkan lagu dari band lain. Alhasil mereka akhirnya jenuh dan menjelang akhir tahun 1983 grup ini dibubarkan.

"Gue bosen jadi plagiat terus,” kata Bim-Bim kala itu menjawab alasan pembubaran band CSC.



Tak berhenti disitu, Bimbim meneruskan semangat bermusik mereka dengan kedua saudaranya Denny dan Erwan yang membentuk Red Evil. Bim Bim lantas mengajak Bongky Marcel sebagai gitaris baru yang pada saat itu tercatat sebagai gitaris Cockpit Junior Band. Red Evil kemudian berganti nama jadi Slank, sebuah nama yang diambil begitu saja dari cemoohan orang yang sering menyebut mereka cowok selengean dengan personel tambahan Bongky (gitar) dan Kiki (gitar).

Karena tekad dan aktifitasnya di dunia musik, Bim Bim mendapat dukungan yang cukup besar dari kedua orangtuanya dengan ikhlas orangtua mereka merelakan sebagian ruang di rumahnya di jl. Potlot / 14 dijadikan tempat latihan sekaligus markas berkumpul personel Slank.

Dengan formasi Erwan (Vokal), Bongky (Gitar), Denny (Bass), Kiki (Keyboard) dan Bimbim (Drum), mereka sempat tampil di beberapa pentas dengan membawakan lagu-lagu sendiri. Sampai akhirnya Erwan memutuskan mundur karena merasa tidak punya harapan di Slank. "Banyak perusahaan rekaman yang menolak dengan alasan musik kami nggak bisa dijual," kenang Bim-Bim



Saat itu dunia rekaman Indonesia memang sedang ramai dengan musik rock-nya Nicky Astria dan Ikang Fawzy, pop kreatifnya Dedi Dhukun, dan juga pop melankolisnya Rinto Harahap plus Obbie Mesakh. Musik Slank yang tak masuk tiga kategori itu dianggap tak bisa menghasilkan keuntungan. Slank sempat frustrasi. Lantas mereka mencoba berkompromi dengan selera pasar.

"Kami membuat lagu rock yang mirip-mirip lagunya Ikang Fawzy, tapi tetap tak bisa diterima dengan alasan tidak komersil," kata Bim-Bim.

Tak lama kemudian Parlin Burman (Pay) dan Akhadi Wira Satriaji (Kaka) bergabung dengan Slank, disusul dengan masuknya Indra Chandra Setiadi (Indra) beberapa tahun kemudian. Dengan formasi Bimbim (Drum), Bongky (Bass), Pay (Gitar), Kaka (Vokal) dan Indra (Keyboard) mereka mulai membuat demo untuk ditawarkan ke perusahaan rekaman.

Suatu ketika, Pay sempat mengisi gitar untuk album Nike Ardilla. Saat itu, Nike sedang ditangani produser Ichwan dan Boedi Soesetyo. Setelah tugasnya selesai, Pay menawarkan bandnya sendiri yakni Slank agar bisa diberi kesempatan untuk rekaman. Ia lantas memperdengarkan demo Slank kepada dua produser ini. Tak disangka, dua orang ini tertarik. Langsung aja Slank diajak rekaman. Tapi di tengah jalan, Ichwan mundur. Jadilah Boedi sendirian yang menjadi produser.



Setelah mendengarkan demo Slank, Boedi mempunyai keyakinan bahwa musik Slank akan banyak digemari, Boedi menilai bahwa aliran musik Slank berbeda dari aliran musik lain, mereka berani memadukan aliran Pop, Rock n' Roll, Blues dan Etnik menjadi suatu aliran musik khas Slank.

Akhirnya tahun 1990 demonya diterima dan mulai rekaman debut album Suit-Suit... He He He (Gadis Sexy). Album yang menampilkan hit Memang dan Maafkan itu meledak dipasaran sehingga mereka pun diganjar BASF Award untuk kategori pendatang baru terbaik.

Dalam penampilannya Slank memang memainkan musik yang garang ditambah dengan lirik yang ’semau gue’. Namun hal tersebut ternyata disukai banyak orang. "Kami cuma cerita yang ada di sekeliling kami, jadi memang tidak dibuat-buat," kata Bim Bim.

Bim Bim sendiri memang paling sering memberi ide lirik lagu Slank. Di album pertamanya, Slank juga tanpa sungkan menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya, seperti yang mereka tuangkan dalam lagu yg berjudul ‘Memang’. Walaupun usia para personel Slank pada saat itu masih sangat muda. Bahkan Kaka dan Indra pada saat itu masih berusia belasan, Slank mampu mendobrak tradisi lirik musik Indonesia yang bersopan santun dalam tata bahasa. Dalam hal musik,di album pertamanya ini, mereka juga mencampur semua jenis musik. Mulai dari rock yang hingar-bingar dalam lagu blues dan rock manis.



Slank bukan cuma ’semau gue’ dalam musik dan lirik lagu-lagunya, gaya berpakaian mereka pun sembarangan. Sandal jepit, kaus oblong dan celana jins belel adalah ’seragam’ sehari-hari mereka pada saat itu.

Bahkan pada saat itu, penampilan keseharian Kaka sang vokalis malah lebih mirip anak gelandangan daripada seorang vokalis grup band terkenal yang digandrungi remaja penggemar musik saat itu. Mereka juga tanpa sungkan memakai ’seragam’nya itu di mana aja.

Pernah, dalam suatu acara penghargaan musik di tahun 90-an, biasanya para artis yang datang mengenakan pakaian dari perancang busana ternama, justru sebaliknya pada saat itu Kaka malah datang dengan memakai kaus kostum timnas sepak bola Brasil, bercelana pendek, dan bersandal jepit.



Boedi ternyata produser yang jeli. Ia melihat gaya anak-anak Slank yang se’mau’nya dan tidak mengindahkan aturan ini bisa dijual. Boedi pun lantas mengimbau anak-anak Slank agar jangan mengubah gaya berpakaian ataupun gaya hidup mereka.

"Kami disuruh jadi diri sendiri. Wah, rasanya senang banget,” kata Kaka. "Kami bahkan dilarang membaca buku-buku yang puitis seperti bukunya Kahlil Gibran untuk menulis lagu,” Bim-Bim menambahkan. Maka dari itu, semakin menjadilah Slank sebuah band baru dengan semangat pemberontakan. Bukan cuma dalam soal musik, tapi juga untuk urusan gaya hidup.(Adt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.