Sukses

Oscar 2016: Film Senyap dan 5 Adegannya yang Bikin Bergidik

Film Senyap atau The Look of Silence yang masuk dalam nominasi Oscar 2016, banyak menampilkan adegan yang membuat bergidik.

Liputan6.com, Jakarta Senyap, sebuah film kolaborasi sineas Denmark, Indonesia, Norwegia, Finlandia, dan Inggris masuk dalam perebutan Piala Oscar 2016 untuk kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik.

Film Senyap, yang dalam Bahasa Inggris dikenal dengan judul The Look of Silence ini, bercerita tentang sebuah sejarah kelam Indonesia. Sebuah peristiwa yang bagi sebagian orang, begitu enggan untuk dibuka kembali. Itu adalah peristiwa pembantaian simpatisan, serta orang yang disangka dan dituduh sebagai simpatisan PKI.

Film yang disutradarai oleh Joshua Oppenheimer ini menceritakan peristiwa ini lewat seorang tokoh bernama Adi Rukun. Kakak Adi yang bernama Ramli, termasuk salah satu orang yang tewas dalam peristiwa tersebut.

Adi memutuskan untuk bertemu dengan para pelaku operasi tersebut. Pengakuan para pelaku yang begitu gamblang dalam film ini, dan sejumlah adegan lain, kerap membuat penonton bergidik.

Kini, untuk menyambut perhelatan Oscar 2016 yang hampir mencapai puncaknya, ada baiknya kita menengok kembali film yang pemutarannya di Indonesia kerap dihentikan paksa ini. Mengingat kembali sebagian adegan dalam film ini, yang rasanya akan membuat penonton dan para juri Oscar ikut bergidik.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Adegan Pembuka

Adegan Pembuka

Film Senyap dibuka dengan sebuah adegan yang sangat kuat. Berteman dengan suara jangkrik, satu malam Adi Rukun menonton sebuah video yang memutar pengakuan seorang pelaku peristiwa 1965.

Lelaki tua dalam video tersebut menceritakan usus yang terkoyak, kepala pecah, dan lidah yang menjulur keluar dengan nada riang. Tak jarang ia tertawa saat menceritakan kejadian tersebut.

Entah apa arti tawa pria tersebut. Apakah ia benar-benar menganggap kejadian itu adalah satu peristiwa yang patut ditertawakan, atau merupakan satu bentuk mekanisme pertahanan yang kerap disebut dalam ilmu psikologi.

Dalam ilmu kejiwaan, memang disebut bahwa senyum atau tawa, bisa jadi merupakan benteng pertahanan. Tawa dapat bertujuan untuk melindungi kondisi mental seseorang ketika berhadapan dengan satu peristiwa traumatis.

Apa pun arti tawa tersebut, yang jelas cara pria itu bercerita yang begitu kontras dengan hal yang ia ceritakan, dijamin membuat penonton merasa terusik saat melihatnya.

3 dari 6 halaman

Pertemuan Adi dengan Inong

Pertemuan Adi dengan Inong

Inong adalah seorang pria tua dengan mata yang mulai rabun dan gigi yang hampir tak bersisa. Tubuhnya kini boleh jadi terlihat renta, tapi film Senyap memberikan satu keterangan yang sedikit mengerikan di bawah namanya, yakni pemimpin pasukan pembunuh tingkat desa.

Adi datang dan mengaku sebagai optometris ke hadapan Inong, lalu mulai memeriksa mata lelaki tua tersebut sambil menanyakan masa lalunya. Termasuk pengakuannya yang terbilang menyeramkan saat menghabisi mereka yang dahulu dianggap Gerwani.

Namun dalam ceritanya, terselip pengakuannya bahwa peristiwa 1965 itu memiliki beban berat bagi jiwanya. Karenanya, saat itu ia mengambil cara apa pun untuk mempertahankan kewarasannya. "Makanya untung saja saya itu sempat minum darah orang. Kalau nggak sempat minum darah orang saya sudah gila," katanya sambil menyilangkan jari telunjuk di depan dahinya.

4 dari 6 halaman

Adi Bertemu dengan Pamannya

Adi Bertemu dengan Pamannya

Salah satu paman Adi, ternyata ikut menjaga para tahanan yang dianggap PKI. Salah satunya adalah Ramli. Di salah satu adegan, Adi mendatangi pamannya tersebut dan menanyakan mengapa ia tak bisa melindungi keponakannya sendiri kala itu. Pamannya menyebut kala itu ia tak berdaya, karena massa dan ABRI, telah memberi perintah untuknya. "Awak disuruh jaga tahanan, ya sudah," katanya.

Penjelasan sang Paman selanjutnya, memberikan pemahaman tentang kondisi psikologis masyarakat kala itu. Bahwa daripada ia dituduh sebagai bagian dari PKI, mau tak mau ia ikut bekerja dalam operasi tersebut. "Pokoknya kita jangan ikut membunuh," katanya.

 

5 dari 6 halaman

Penjelasan Guru di Sekolah Vs Penjelasan Ayah di Rumah

Penjelasan Guru di Sekolah Vs Penjelasan Ayah di Rumah

Salah satu adegan dalam film ini menunjukkan salah satu anak Adi yang bersekolah. Kala itu, gurunya secara gamblang memberikan penjelasan tentang kekejaman PKI. Tentang bola mata yang dicongkel dan kulit yang disilet pisau Inggris. Sejumlah anak tampak menggeleng dan mengernyit mendengar penjelasan mengerikan tersebut.

Sang guru juga menjelaskan bahwa dosa-dosa PKI tersebut diturunkan pada anak cucu mereka. "Heey, ini anak dari antek-antek PKI dulu, tidak boleh duduk di pemerintahan. Hey, dulu kakekmu ikut PKI, tak boleh jadi tentara," kata guru tersebut. Alis anak Adi bertaut, ia tampak berpikir keras mencerna penjelasan gurunya.

Di rumah, ia ganti bertanya pada ayahnya tentang penjelasan guru tersebut. "Itu semua bohong," kata Adi. Menurut Adi, semua penjelasan guru tersebut tak benar. Bocah laki-laki itu kembali mengernyitkan alisnya. Memikirkan dua penjelasan bertolak belakang yang diterimanya di rumah dan di sekolah.

6 dari 6 halaman

Saat Anak Korban Bertemu dengan Anak Pelaku

Permintaan Maaf

Seperti di sepanjang film, di akhir film Adi kembali mengunjungi tempat tinggal seorang pelaku 1965 di sebuah rumah sederhana. Namun kali ini terdapat satu peristiwa yang berbeda.

Ia bertemu dengan satu pelaku yang ditemani seorang anak perempuannya. Awalnya, sang anak menyebut ia merasa bangga dengan sang ayah, yang dianggap masyarakat sebagai pemberantas PKI. Namun raut wajah perempuan tersebut mulai berubah saat mendengar sang ayah dulu mesti meminum darah agar tak menjadi gila.

Suasana tiba-tiba berubah saat Adi mengakui bahwa kakaknya adalah satu dari orang yang dibantai di tahun 1965 tersebut. Suasana yang canggung kemudian berubah saat Adi memeluk anak sang pelaku, yang kemudian mengucapkan maaf. "Minta maaf ya atas kesalahan bapakku," katanya. (Rtn)

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.