Sukses

6 Hal yang Membuat Prince Layak Menyandang Status Legenda

Pasca kematian Prince, ada satu hal yang seragam muncul di media, yang menyebutkan bahwa sang legenda telah pergi.

Liputan6.com, Jakarta Media hiburan saat ini boleh jadi lebih sering memunculkan tingkah laku Justin Bieber atau klan Kardashian dalam pemberitaan mereka. Namun saat berita duka tentang meninggalnya Prince tersiar pada Jumat (22/4/2016) waktu Indonesia, perhatian seluruh media fokus pada kabar ini.

Ada satu hal seragam yang muncul dalam judul artikel media-media ini, yakni bahwa sang legenda telah pergi.

 Prince berhenti menggunakan kata-kata kasar di dalam lirik-lirik lagunya karena ingin menghormati semua orang.

Ya, meski kiprahnya belakangan ini kurang begitu terdengar, namun jejak Prince Rogers Nelson dalam dunia musik tetap tak tergantikan. Pria kelahiran Minneapolis, Minnesota, pada 7 Juni 1958 ini, telah banyak menantang dan mendobrak stereotip yang sebelumnya begitu menancap di dunia musik sekaligus benak masyarakat. Kepergiannya, tak hanya menyisakan duka di benak penggemarnya, namun juga warisan bagi dunia musik saat ini.

Bila masih ada orang yang mempertanyakan kebesaran nama Prince, sampaikan enam alasan berikut, yang menegaskan bahwa lelaki yang kerap berdandan flamboyan ini, layak menyandang status legenda:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Lagu Ikonik yang Ia Ciptakan


Lagu Ikonik yang Ia Ciptakan

Prince adalah otak di balik banyak lagu hits ikonik. Sebuah saja "Kiss", "The Most Beautiful Girl in the World", "Call My Name" hingga "Dreamer" yang berkali-kali membawanya ke panggung Grammy Awards. Hingga akhir hidupnya, Prince telah mengumpulkan 30 nominasi dan tujuh piala penghargaan Grammy.

Ada juga "Purple Rain", salah satu lagunya yang paling dikenal dan dimuat dalam film berjudul sama yang juga dibintangi oleh dirinya. Lagu ini memberikan satu-satunya piala Oscar lewat kategori Lagu Terbaik untuk Prince. Hebatnya, "Purple Rain" berhasil terjual sebanyak 2,5 juta keping sebelum filmnya dirilis.

Prince juga menciptakan lagu untuk penyanyi lain. Seperti "I Feel For You" untuk Chaka Khan misalnya, yang menang Grammy di tahun 1985 untuk lagu R&B terbaik. Lagu Prince "Nothing Compares 2 U" yang dinyanyikan ulang Sinead O' Connor, juga membawa nama penyanyi wanita berkepala plontos ini meroket.

3 dari 7 halaman

Pendobrak Genre

Pendobrak Genre 

Salah satu alasan mengapa nama Prince begitu besar di industri musik di era tahun 1980-an adalah karena kemampuannya mendobrak pengkotak-kotakan genre musik. Ketimbang memilih satu genre tertentu dalam musiknya, ia memilih untuk memadukan sejumlah genre yang besar kala itu, seperti synth-pop, modern R&B, hingga new wave.

Ini bukan perkara mudah. Namun Prince mampu dengan luwes memadukannya dengan komposisi yang pas, sehingga musiknya terasa tak lekang dimakan waktu.

4 dari 7 halaman

Multitalenta

Multitalenta

Pasca kematian Prince, Time menampilkan kembali satu wawancara yang mereka lakukan bersama Prince di tahun 1984. Kala itu, junalis Time bertanya pada sang bintang, apa yang tak bisa ia lakukan. Jawabannya cukup kocak. "Aku tak bisa masak," kata Prince kala itu.

Bukan hal yang aneh bila Time menanyakan hal ini. Pasalnya, Prince tak hanya berstatus sebagai penyanyi, ia juga penulis lagu yang andal, pemain sejumlah instrumen musik, aktor, dan juga pernah duduk di bangka sutradara.

Vox menyebut Prince memiliki intuisi terhadap budaya populer seperti Michael Jackson, kemampuan gitar ala Van Halen, dan kultus individu layaknya David Bowie. Di kala bintang pop lain disetir oleh label rekamannya, Prince bebas berekspresi sesuai keinginannya.

5 dari 7 halaman

Merevolusi Stereotip Pria Kulit Hitam


Merevolusi Stereotip Pria Kulit Hitam

Prince boleh jadi menampilkan sosok flamboyan di atas panggung. Namun, ia sebenarnya adalah seorang pemberontak yang mendobrak stereotip, terutama yang mengungkung pria kulit hitam di era tahun 1980-an.

Saat pria kulit hitam diharapkan tampil maskulin, Prince muncul sebagai pribadi androgini. Ia mengenakan eyeliner, pakaian sequin yang bling-bling dan spandeks ketat. Ia tak canggung mengenakan make-up atau pakaian dengan warna-warni meriah.

"Seperti mendiang David Bowie yang mempertanyakan masalah gender di puncak kariernya, Prince melakukan hal yang sama, terutama bagi anak-anak berkulit cokelat yang dengan senang hati menjadi seseorang berbeda," tulis Vox dalam sebuah tulisannya mengenai Prince.

6 dari 7 halaman

Fashion si Burung Merak

Fashion si Burung Merak 

Seperti disebutkan sebelumnya, busana yang dikenakan Prince adalah salah satu media ekspresinya. Jas yang dipadu kemeja berenda, setelan polkadot, hingga mantel bulu warna terang yang kerap dikenakannya, membuat Prince dijuluki si Burung Merak.

Tak cuma saat beraksi di panggung ia juga selalu tampil berbeda saat tak sedang manggung. Ia kerap tampil dengan sepatu hak tinggi, kacamata dengan frame emas, hingga setelan bertahta kristal. Ia juga kerap menggunakan ungu, yang kerap diasosiasikan sebagai warna bangsawan, yang lantas menjadi warna ciri khasnya.

"Fashion adalah ekspresi kreatif yang unik dari Prince, kecenderungan impresionis serta maskulinitas yang ia tunjukkan dalam lapisan yang berbeda," tulis Washington Post mengomentari selera berbusana Prince.

Para desainer fashion dunia juga menyatakan kehilangan atas kepergian Prince. Salah satunya adalah Donatella Versace. "Tak ada yang mengawinkan fashion dan musik seperti yang dilakukan #Prince dengan Versace," tutur Donatella.

7 dari 7 halaman

Kepedulian Terhadap Sesama

Kepedulian Terhadap Sesama

Prince dikenal publik sebagai musisi, namun ia sebenarnya lebih dari itu. Di Sillicon Valley, pusat teknologi dunia, Prince dikenal sebagai penggerak bagi anak muda kulit hitam untuk masuk dalam bidang ini.

Dilansir dari USA Today, Prince adalah penggagas YesWeCode, gerakan yang merangkul 100 ribu anak-anak dari ekonomi lemah untuk belajar menulis kode. Hal ini, ia lakukan secara sembunyi-sembunyi.

"Orang mengenalnya sebagai musisi, tapi sebenarnya itu tak hanya ia lakukan lewat instrumen musik. Tapi ia lakukan dengan seluruh hidupnya. Ia membantu banyak orang, dan masyarakat banyak yang tak tahu tentang hal ini," kata Van Jones, yang ikut mendirikan YesWeCode.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.